
Tetapi itu pun relatif. Sejatinya tak ada ukuran pasti, karena sebuah ukuran berarti subyektivitas yang lahir dari sudut pandang nan tak pernah sama pula. Ibarat sepotong baju yang dikenakan Si A, belum tentu akan pas bila dikenakan Si B, Si C, Si X, dan seterusnya…
Tetapi di sanalah justru keunikan manusia, sehingga dia berbeda dengan hewan. Dan menurut manusia itu sendiri, hewan konon lebih rendah derajatnya.
Ironisnya, kendati mengaku derajatnya lebih tinggi dari hewan, toh manusia tidak pernah bisa melepaskan dirinya dari gairah diam-diam suka meniru hewan, misalnya merebut dan menguasai yang bukan haknya, memaksakan selera dan kehendak pribadi, menindas yang lebih lemah, menanduk yang sedang lengah, tak peduli dengan yang seharusnya ditolong, dan sejenisnya.
Tetapi semua itu tentulah pula naluri dasar yang sengaja ditanamkan Sang Pencipta (bagi yang percaya), ke dalam diri manusia itu sendiri. Bukan untuk apa-apa selain untuk menjaga agar kehidupan ini dinamis dan siklusnya berjalan alamiah. Jadi silahkan memilih identitas sendiri, mau menjadi si si budiman, si dermawan, si culas, si kikir, si pengecut, si pemberani, si gagah perkasa, si maling, si suci, atau si siapa saja! Karena toh resiko dan pertanggungjawaban akhir ada pada diri masing-masing, baik untuk konteks keyakinan (reliji) maupun konteks teritorial hukum (administratif). Silahkan, mari mengenang, memahami, memberi makna serta merayakan kehidupan secara alamiah agar tidak munafik! Selamat berjuang, manusia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar